Pages

lokana firda. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Saya adalah seorang perempuan yang ibu lahirkan pada tanggal 5 Februari. saya sangat menyukai dunia sains dalam kajian kehidupan. hingga akhirnya jatuhlah pilihan hidup saya untuk mengarungi dunia Matematika yang dikomparasikan dengan dunia pendidikan. sehingga dengan buah hasil ilmu yang saya kaji, saya dapat mengaplikasikan sebagai Pendidik Matematika. Untuk Muhammadiyah, Untuk Islam dan Bangsa
y

cursor

Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer

bunga mawar

RSS
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Merubah Inspirasi menjadi sebuah coretan tangan

NALAR

Tugas 7 : Ujian Tengah Semester (UTS)
                   
Lokana Firda Amrina
15709251055 / Pend.Matematika D


Tuhan telah mengajarkan kepada Adam, maka secara simbolik manusia mewarnai buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa. Kemudian manusia hidup berbekal pengetahuan, Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpaling kepada pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang bernalar, tentu menjadi satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan dengan sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan namun sebatas kelangsungan hidupnya.
Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang bisa dibangun oleh manusia tanpa harus atau tidak bisa mempersepsinya dengan indera terlebih dahulu. Manusia bisa membangun pengetahuan, misalnya, dari anggapan dua entitas yang masing-masing sama besarnya dengan entitas ketiga adalah entitas sama besar. Pengetahuan semacam itu jelas dengan sendirinya (tanpa persepsi indra) karena ada akal yang memungkinkannya. Demikian argumentasi yang dibangun para filsuf ilmu sekuler untuk melandasi pemikiran mereka mengenai akal sebagai sumber pengetahuan. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, maka filsafat ilmu sekuler menempatkan akal adalah salah satu sumber pengetahuan yang mungkin untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Pandangan ini merupakan representasi dari pandangan filsafat Rasionalisme dimana dalam pandangan moderatnya berpendirian bahwa manusia memiliki potensi mengetahui dengan pasti dengan sendirinya, tentang beberapa hal yang relevan. Misalnya, kenyataan-kenyataan : keseluruhan adalah lebih besar dari bagian-bagiannya; satu adalah separuh dari dua; keliling lingkaran lebih besar dari garis tengahnya; adalah pengetahuan yang dapat diketahui dengan pasti dan dengan sendirinya karena potensi akal.

TOKOH FILSUF BERBICARA TENTANG “NALAR”
FILSAFAT KLASIK
1.      Democritus (460-360 SM)
Ø  Persepsi menghasilkan opini : nalar memberi pengetahuan tentang realitas
Ø  Nalar harus menggambarkan pengetahuan tentang realitas melalui kualitas persepsi kedua (warna, rasa, dsb)
Ø  Nalar itu sendiri adalah produk dari materi yang bergerak
2.      Socrates (470-399 SM)
Ø  Prinsip universal yang terbuka bagi nalar adalah konsep moral yang disepakati oleh semua ide
3.      Plato (427-347 SM)
Ø  Nalar dan pandangan menemukan universal dalam fenomena perceptual, yakni idea tau bentuk realitas yang dapat dimengerti (rasionalisme dan intuisisme)

ABAD PERTENGAHAN
1.      Thomas Aquinas (1224-1274)
Ø  Nalar yang tanpa tujuan semata tidaklah cukup untuk mengetahui dunia dan Tuhan

MODERN
1.      John Locke (1632-1704)
     Pikiran tidak hanya bersikap pasif menerima dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung di dalam pikiran pula. Gagasan-gagasan dari indra diolah dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai, meragukan dengan demikian menimbulkan apa yang dinamakan perenungan.
2.      Immanuel Kant (1724-1804)
      Teori realitas – idealisme kritis atau transendental. Realitas sebagai “sesuatu yang dalam dirinya” (thing-in-self) (ding an sich) atau sebagai nomena tidak mungkin dapat diketahui. Nomena menghadirkan dirinya pada pikiran sebagai fenomena yang dapat diketahui (lihat fenomenalisme). Fenomena merupakan produk bersma dari pikiran dan data indrawi. Fenomena menjadi mungkin hanya karena pikiran maupun mengendalikannya dalam ruang dan waktu. Pikiran tidak mampu mengetahui apa yang disebut dengan “sesuatu yang dalam dirinya”. Pikiran hanya mampu mengenal fenomena karena memiliki kemampuan untuk itu sehingga fenomena memungkinkan diketahui. Pikiran menyediakan agen mengorganisir dan mempersatukan yang menjadikan fenomena tidak hanya mungkin dikenali dan dipikirkan tetapi juga menyeragamkan, universal, dan dapat disampaikan. Realitas sebagai nomena termasuk diri dapat juga bebas, sebagaimana diharapakan tuntutan nalar prkatis dan kepentingan moral.

Ada Dua Kebenaran : Kebenaran Nalar dan Kebenaran Fakta
Magge (1998) menceritakan mengenai Pembedaan Dasar, bahwa Leibniz berpendapat bahwa semua pernyataan yang benar harus mengikuti salah satu dari dua tipe logika ini : entah kita perlu menelaah fakta-fakta, dalam arti bahwa pernyataan itu pasti benar atau salah berdasarkan penggunaan unsure-unsur kalimat itu sendiri. Karena kita dapat menentukan kebenaran pernyataan tipe kedua dengan menganalisis pernyataannya tanpa harus melihat hal-hal di luar pernyataan itu, kelak dalam sejarah pernyataan semacam itu dikenal sebagai “pernyataan analitis”. Sementara itu pernyataan tipe lainnya disebut “pernyataan sintesis”.
Pembedaan itu dikembangkan lebih lanjut selama tiga ratus tahun kemudian dan menempati posisi amat penting dalam tradisi filsafat empiris pada periode di antara Leibniz dan Kant. Pada abad 20, perbedaan ini merupakan hal yang fundamental dalam Positivisme Logis. Bahkan ada yang berkata, apabila kita belajar filsafat, cukuplah jika kita menguasai pembedaan itu sebaik-baiknya. Logika dan matematika akhirnya dipandang sebagai pernyataan analitis, sementara klaim-klaim pengetahuan tentang dunia empiris dianggap sebagai pernyataan sintesis. Ada pula konsekuensi-konsekuensi lain dari pembedaan ini. Pengingkaran terhadap sebuah pernyataan secara analitis benar merupakan sebuah kontradiksi terhadap dirinya sendiri, maka tidak mungkin benar. Sementara itu, pengingkaran terhadap sebuah pernyataan yang secara sintetis benar bukanlah sebuah kontradiksi terhadap dirinya sendiri, melainkan merupakan sebuah pernyataan sintetis lainnya yang bisa benar namun kebetulan tidak benar. Jadi yang pertama merupakan suatu kemustahilan sedangkan yang kedua sebuah kemungkinan.
Lanjutnya, Leibniz memperkenalkan ke dalam filsafat modern pengertian tentang dunia alternative yang mungkin ada. Sebenarnya mungkin saja terjadi bahwa semua manusia berjari enam atau berjari tiga. Namun, tidak mungkin ada suatu dunia dimana kita bisa mempunyai kedua-duanya sekaligus. Maka keduanya adalah kemungkinan. Aktualisasi salah satu kemungkinan yang lain. Terciptalah istilah “komposibilitas” yakni kemungkinan-kemungkinan (possibilities) yang kompatibel satu sama lain, sebagai lawan dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak kompatibel satu sama lain. Jumlah total dari sejumlah komposibilitas membentuk suatu dunia yang mungkin ada dan sejumlah kemungkinan ini amat banyak tak terhingga. Libniz percaya bahwa Tuhan bisa saja memilih menciptakan suatu jenis dunia yang mungkin dan sebagai pribadi yang sempurna Tuhan telah memilih untuk menciptakan dunia yang terbaik yang paling mungkin.

Nalar adalah budak nafsu
Magee (1998) menceritakan bahwa David Hume (1711-1776) menganjurkan sikap “skeptisisme yang longgar”. Sehingga ia menyatakan bahwa kita harus dengan besar hati mengakui bahwa bukti yang konklusif tidak memainkan peran apapun dalam kehidupan manusia selain dalam bidang matematika. Kita tidak pernah benar-benar mengetahui apapun, kita memang bisa menduga, berharap, memperkirakan tetapi itu sama sekali bukan pengetahuan. Hume menegaskan kembali pembedaan yang dikemukakan oleh Leibniz, yakni antara pernyataan analitis dan sintetis. Menurut Hume, pernyataan-pernyataan sintetis tidak pernah dapat diketahui dengan pasti sebagai hal yang benar. Maka, kita tidak boleh menyediakan ruang dalam kepala kita bagi pelbagai Teori tentang Segala Sesuatu baik dalam filsafat, politik, sains, agama, atau bidang lain dimanapun. Bila kita tidak dapat yakin tentang apapun, betapa anehnya ada yang mengklaim mempunyai jawaban tentang segalanya. Sistem-sistem keyakinan yang besar dan terorganisir sama sekali tidak menarik bagi Hume. Ia percaya bahwa kita harus memegang pendapat dan harapan kita dengan sedikit menahan diri karena kita tahu bahwa pendapat dan harapan kita bis jadi salah. Kita juga harus menghormati pendapat dan harapan orang lain. Karakter filsafat Hume memang ugahari, moderat dan toleran seperti halnya karakter Hume sendiri.
Pandangan-pandangan Hume telah memberikan pengaruh yang luas dan terus berlanjut hingga zaman kita sekarang. Betapa persoalan filosofis yang diangkatnya sampai hari ini belum terpecahkan, terutama soal induksi.

Cahaya Nalar
Magee (1998) menceritakan bahwa menurut Voltaire (1694-1778), Setelah masuk penjara kedua kalinya di Bastile, Voltaire terpaksa mengungsi ke Inggris selama lebih dari dua tahun. Pengalaman ini menjadi titik balik intelektual dalam hidupnya. Suasana kebebasan yang ditemukannya di Inggris pada saat itu, serta penghormatan terhadap individu dan hokum, seakan-akan memberinya sebuah tongkat untuk mencambuki masyarakat Prancis sepanjang sisa hidupnya. Ia fasih berbahasa Inggris dan mulai menekuni sains baru yang dirintis Newton serta filsafat liberal yang dirintis Locke. Voltaire tidak pernah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pokok ide-ide itu. Sebaliknya, ide-ide itu seolah-olah telah menguasai Voltaire dan memberinya amunisi untuk dituangkan dalam seluruh karyanya rentang karier kepenulisannya yang luar biasa panjang. Ia menyebarluaskan ide-ide itu melalui pelbagai sarana yang bisa diraihnya  seperti drama, novel, biografi, karya sejarah, pamphlet, surat resmi, resensi dengan kecerdasan dan kecemerlangan yang sedemikian hebat sehingga karya-karyanya dikenal oleh kalangan pembaca di Eropa Barat. Jarang ada sosok yang sedemikian mahir mempopulerkan bepbagai hal seperti Voltaire, sehingga mampu memberikan pengaruh begitu dalam terhadap masyarakat sekitar.
Salah satu peristiwa yang paling menggegerkan adalah ketika Voltaire melontarkan kembali gagasan Leibniz bahwa keyakinan atas apapun harus selalu dialihkan dengan buku-buku pendukung. Pada saat ini ada begitu banyak kepercayaan yang sudah menjadi buku dalam bidang keagamaan dan sosial yang ternyata harus dilandasi otoritas Gereja dan Negara semata-mata. Akhirnya pernyataan-pernyataan itu mulai gerah ketika dihadapkan pada penyelidikan nalar. Semangat luas untuk melihat segalanya dalam cahaya nalar atau rasio inilah yang kemudian dikenal sebagai “pencerahan”. Enlighteument, sehingga periode ini yang kemudian menguasai Eropa, kemudian dikenal sebagai Abad Pencerahan.

PERKEMBANGAN “NALAR” DIRANAH KONTEMPORER
Nalar (Reason)
Menurut Surajiyo (2005), Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-asas pemikiran yaitu :
a.      Principium Identitas
Yaitu sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri (A = A). Asas ini sering disebut dengan asas kesamaan.
b.      Principium Contradictionis
Yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin dua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain pada subyek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut asas pertentangan.
c.       Principium Tertii Exclusi
Yaitu apabila dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat ketiga. Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.

Nalar dan Anti Nalar
Menurut Marxist (1818-1883) Masa di mana kelas kapitalis memihak pada cara pandang yang rasional atas dunia tinggallah kenangan. Dalam epos pembusukan kapitalisme, proses yang semula dijalani kini dijalankan ke arah kebalikannya. Mengutip Hegel, ini adalah "Nalar menjadi Anti-Nalar". Benar bahwa, di negeri-negeri industri maju, agama "resmi" telah membeku. Gereja-gereja tidak lagi didatangi orang yang bersembahyang, dan semakin jatuh ke dalam krisis. Sebagai gantinya, kita melihat satu "wabah Mesir", bertumbuhnya sekte-sekte keagamaan yang aneh-aneh, yang diiringi dengan berkembangnya berbagai jenis ajaran mistis dan segala macam tahyul. Wabah fundamentalisme agama yang mengerikan Kristen, Yahudi, Islam, Hindu adalah satu perwujudan dari kemandegan yang dialami masyarakat. Sejalan dengan semakin mendekatnya abad baru, kita dapat mengamati kemunduran yang dahsyat dari masyarakat, kembali ke Abad Kegelapan.
Gejala ini tidak hanya terjadi di Iran, India atau Aljazair. Di Amerika Serikat kita melihat "Pembantaian Waco", dan setelah itu, di Swiss, bunuh diri massal yang dilakukan oleh sekelompok orang fanatik beragama lainnya. Di lain-lain negeri barat, kita melihat penyebaran tak terkendali dari berbagai sekte keagamaan, tahyul, astrologi dan segala macam kecenderungan irasional. Di Perancis, terdapat sekitar 36.000 pastor Katolik, dan sekitar 40.000 astrolog profesional yang tercatat sebagai subyek kena pajak. Sampai baru-baru-ini, Jepang nampak sebagai pengecualian terhadap kecenderungan ini. William Rees-Moff, mantan editor dari harian Times di London, dan seorang Konservatif tulen, dalam buku barunya, The Great Reckoning, How the World Will Change in the Depression of the 1990s, menyatakan bahwa: "Bangkitnya kembali agama adalah sesuatu yang sedang terjadi di seluruh dunia, dengan berbagai tingkatannya. Jepang mungkin merupakan pengecualian, mungkin karena tatanan sosial belumlah menunjukkan tanda-tanda keretakan di sana. Rees-Mogg berbicara terlalu lekas. Dua tahun setelah kalimat itu dituliskan, serangan gas yang mengerikan di jalur kereta bawah tanah Tokyo menarik perhatian dunia akan keberadaan satu kelompok keagamaan fanatik yang cukup besar, di mana krisis ekonomi telah menamatkan masa-masa keemasan tanpa pengangguran dan ketidakstabilan sosial. Semua gejala ini mengandung satu kemiripan yang luar biasa dengan apa yang terjadi di masa-masa setelah semakin memudarnya pengaruh kekaisaran Roma. Jangan juga ada yang membantah bahwa gejala ini hanya terbatas pada rakyat jelata. Ronald dan Nancy Reagan secara teratur berkonsultasi dengan para astrolog mengenai tindakan-tindakan mereka, baik yang besar maupun yang kecil. Di bawah ini adalah kutipan dari buku Donald Regan, For the Record : "Hampir setiap pergerakan dan keputusan besar yang diambil Reagan selama masa saya menjabat sebagai kepala staf Gedung Putih terlebih dahulu diperbincangkan dengan seorang perempuan di San Fransisco yang melihat horoskop untuk memastikan bahwa semua planet terletak dalam posisi yang menguntungkan untuk mendukung keberhasilan keputusan tersebut. Nancy Reagan kelihatannya memiliki kepercayaan mutlak kepada kekuatan supernatural dari perempuan ini, yang telah meramalkan bahwa "sesuatu" yang buruk akan terjadi pada presiden beberapa waktu menjelang percobaan pembunuhan terhadapnya di tahun 1981.

Lahirnya Rasionalisme
Menurut Magee (1998) filsafat dikenal juga sebagai aliran Rasionalisme yang mendasarkan diri pada keyakinan bahwa pengetahuan kita tentang dunia dapat diperoleh menggunakan nalar, dan bahwa masukan indrawitidak dapat diandalkan, yang malah justru lebih cenderung menjadi sumber kekeliruan daripada sumber pengetahuan.
Magge masih menceritakan dalam bukunya bahwa walau hanya sedikit dari para filsuf besar yang mengikuti pandangan Deskrates tentang tidak dapat diragukannya eksistensi Tuhan, ia telah memperkenalkan sejumlah hal fundamental ke dalam pemikiran Barat. Keyakinannya bahwa nalar penemuan ilmiah menuntut kita untuk memulai fakta-fakta yang tak dapat diragukan dan menarik konsekuensi yang bernalar darinya menjadi fondasi ilmu pengetahuan di Barat. Para pemikir berikutnya kebanyakan sampai pada keyakinan bahwa pengamatan yang terkendali dan berdisiplin memiliki peran yang mutlak perlu untuk memperoleh fakta-fakta yang tak dapat diragukan, yang kita perlukan untuk membangun premis-premis. Namun mereka tetap mengakui bahwa Descartes telah mengambil dasar metode yang benar : bahwa ia mulai dari fakta-fakta yang dapat diandalkan, kemudian menerapkan nalar terhadap fakta itu dan tidak membiarkan apapun melakukan intervensi yakni apasaja yang bahkan pada tingkat sekecil pun dapat menimbulkan keraguan. Descrates meyakinkan orang-orang bahwa metode ini memungkinkan suatu sains berbasis matematika yang mampu memberikan pengetahuan yang dapat diandalkan tentang dunia. Sesungguhnya, memang itulah satu-satunya cara untuk mencari tahu tentang dunia dan kepastian mutlak.
Teori Pengetahuan – nominalisme, rasionalisme (tetapi juga skeptisisme). Sensasi (phantasmes atau rasa imaj) lahir dari gerak jasmani bersama dengan nalar yang membentuk pengetahuan. Namun, nalar bukan sebuah ”cahaya” yang memancarkan kebenaran universal, sebagaimana terdapat dalam filsafat abad pertengahan atau filsafat Cartesian, nalar juga bukan aktivitas pikiran yang dipahmi secara umum (tidak ada yang namanya pikiran). Akan tetapi nalar merupakan sebuah epiphenomenon tubuh manusia yang memilki fungsi tertentu, seperti memberi nama, mengindentifikasi sebab-sebab alami, atau kejadian secara simbolik. 

Metode Kritik Nalar Filsafat Al-Ghazali
Mansur dalam Tesisnya mengungkapkan, Al-Ghazali mempunyai metode kritik nalar. Mengingat istilah nalar baru muncul sejak dipopulerkan oleh Kant dalam dunia filsafat Barat, yang dikenal dengan kritik akal (nalar) budi murni dan kritik akal budi praktis, dan Jabiri dalam dunia Islam yang dikenal dengan kritik nalar arabnya. Lalu bagaimana al-Ghazali mempunyai metode kritik nalar, sementara dia hidup jauh sebelum kedua tokoh tersebut. 4 Kini kritik nalar di dunia Islam populer sejak Jabiri melemparkan pemikiran kritisnya dipasar intelektual muslim dengan proyek besarnya “kritik nalar Arab”. Sebagai pemikir yang metode kritik nalar arabnya telah mengilhami para pemikir Indonesia khususnya, ada baiknya jika kita menoleh sejenak pada pemikiran Jabiri dalam memahami istilah nalar. Salah satu analisis Jabiri yang relevan dengan tulisan ini adalah analisisnya bahwa pemikiran terbagi dua; pemikiran sebagai Isi dan sebagai Alat.
1.      Pemikiran sebagai isi dalam arti sekumpulan pendapat-pendapat dan pemikiran-pemikiran yang dilahirkan oleh pemikiran sebagai alat, misalnya tentang akhlak, doktrin-doktrin keyakinan mazhab, di samping juga pemikiran yang berkaitan dengan pandangan manusia tentang alam semesta. Sementara pemikiran sebagai alat berfungsi memproduksi pemikiran-pemikiran, baik pemikiran yang diproduksi dalam kerangka internal ideologi atau dalam kerangka internal pengetahuan. Pemikiran kedua ini ada dua; pertama akal pembentuk (al-aql al-Mukawwin) yang biasa disebut nalar murni. Pemikiran dalam bentuk ini merupakan pembeda antara manusia dengan hewan dan setiap manusia mempunyai akal pembentuk ini. Kedua adalah akal terbentuk (al-aql al-Mukawwan), yang biasa disebut nalar budaya, yaitu sekumpulan prinsip-prinsip dasar, konsep-konsep dan gagasan yang mengatur sistem kognisi berfikir manusia. Bentuk ini merupakan alat pembeda masing-masing manusia yang berada dalam ranah budaya yang berbeda. Perbedaan antara nalar Arab 1 Muhmmad Abed al-Jabiri, Iskaliat al-fikr al-Arobi al-Muashir, Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdah al-Arobiyah. Dengan nalar Barat terletak pada nalar bentuk kedua ini. Pada aspek nalar terakhir inilah kritik nalar Jabiri diarahkan. Itu berarti, kedua unsur pemikiran di atas, yakni pemikiran sebagai isi dan sebagai alat, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah, walaupun juga ada perbedaannya. Pemikiran sebagai isi, berarti sebagai produk dari pemikiran sebagai alat. Tidak mungkin pemikiran lahir tanpa ada alat berfikir. Dengan bahasa yang berbeda, dalam konteks pemikiran sebagai alat, al-Ghazali bertolak pada metode berfikir logis dan benar yakni ilmu logika. Menurutnya, ilmu logika sangat penting dalam merumuskan pemikiran yang benar dan logis.
2.      Disamping mengandung kebenaran, ilmu logika juga mengandung kesalahan. Asumsi adanya kesalahan inilah, menurut al-Ghazali ilmu logika harus diperbaiki, agar tidak membawa efek negatif terhadap ilmu yang menggunakan ilmu logika, termasuk ilmu agama. Kritik terhadap ilmu logika ini merupakan bentuk kritik pemikiran sebagai metode nalar. Sedang kedua ilmu lainnya, metafisika dan fisika dalam pandangan al-Ghazali juga mengandung kesalahan, di samping mengandung kebenaran. Dengan asumsi itu, dia hendak mengkritik kedua ilmu tersebut guna 11-12. Nilai pentingnya logika bagi al-Ghazali ditunjukkan oleh seringnya al-Ghazali menampilkan analisis logika, baik dalam buku tertentu atau dalam kebanyakan karya-karyanya. Misalnya dalam bukunya Al-Qisthas al-Mustaqim, yang ditulis dengan gaya dialog; di dalam Maqosyid Falasifah, yang ditulis pada bab awal dari tiga disiplin yang ditulisnya, dan juga buku Mi’yar al-Ilmi, sebagai buku logika tersendiri sebagai salah satu unsur kritik al-Ghazali atas kerancuan pemikiran para filsuf, kendati menurut Sulaiman Dun yang terkadang al-Ghazali tidak konsisten. Al-Ghazali, Maqasyid Falasifah, Muqaddimah ala Tahafut Falasifah, Edit. Sulaiman Dun-Yang, Mesir: Dar al-Ma’a rif, tt. 6 menemukan kebenaran yang hakiki pada agama. Kritik terhadap kedua ilmu terakhir ini merupakan bentuk kritik terhadap pemikiran sebagai isi. Untuk memberikan sedikit pencerahan tentang al-Ghazali, dalam tulisan ini, saya hendak merekonstruksi karya-karya rasional al-Ghazali, terutama yang tertuang dalam beberapa bukunya, yakni: Maqosyid Falasifah, Tahafut falasifah dan Mi’yar al-ilmi serta, al-Munkidz min al-dlalal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Popular Posts

Ads