Pages

lokana firda. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Saya adalah seorang perempuan yang ibu lahirkan pada tanggal 5 Februari. saya sangat menyukai dunia sains dalam kajian kehidupan. hingga akhirnya jatuhlah pilihan hidup saya untuk mengarungi dunia Matematika yang dikomparasikan dengan dunia pendidikan. sehingga dengan buah hasil ilmu yang saya kaji, saya dapat mengaplikasikan sebagai Pendidik Matematika. Untuk Muhammadiyah, Untuk Islam dan Bangsa
y

cursor

Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer

bunga mawar

RSS
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Merubah Inspirasi menjadi sebuah coretan tangan

Seminar Nasional Call Paper


Kajian Kecerdasan Kreativitas Pemecahan Masalah dan Kecerdasan Visual Terhadap Hasil Belajar Matematika

Lokana Firda Amrina1
1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UAD, Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH. Janturan Yogyakarta, gradien_tangenalfa@yahoo.com

ABSTRAK
Matematika merupakan ilmu yang dapat diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah matematika adalah proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Kecerdasan Visual atau Kecerdasan Spasial merupakan Kecerdasan melihat dan memanipulasi ruang, pola, dan desain. Kedua Kecerdasan yang perlu didongkrak dalam diri siswa supaya lebih mudah menyelesaikan persoalan matematika, terutama dalam aplikasi kehidupan sehari-hari. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para psikolog bahwa kedua Kecerdasan ini sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar matematika.
Kata Kunci : Kreativitas, Visual, Spasial, Pemecahan Masalah

ABSTRAC
Mathematics is a science that applied directly in the daily activities. Mathematical problem solving is a process to solve a problem uses strengths and benefits of mathematetics. It is a problem solving method through several steps. First, visualitation skill or spatial skill is an ability to see and manipulate pace, patterns and designs. Second, students abilities that need to leveraged to solve the mathematics problems easily, especially in the daily activities. Some of psichological research found that both of them greatly affect the level of success in learning mathematics.
Key words : Creativity , Visual, Spacial, Problem Solving

Pendahuluan
Matematika yang merupakan ilmu pasti dan kongkret, artinya matematika menjadi ilmu real yang bisa diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai bentuk. Bahkan, tanpa disadari, ilmu matematika sering diterapkan untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Sehingga matematika merupakan ilmu yang benar-benar menyatu dalam kehidupan sehari-hari dan mutlak dibutuhkan oleh setiap manusia, baik untuk diri sendiri maupun untuk berinteraksi dengan sesama manusia (Raodatul, 2011).
Kecerdasan pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Pemecahan masalah matematika adalah proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Disisi lain matematika yang merupakan ilmu abstrak atau merupakan hasil pemikiran otak manusia, dimana sangat diperlukan Kecerdasan visual untuk mempermudah dalam memikirkan obyek matematika. Disisi lain kita sadari pada kurikulum pendidikan, bahwa mata kuliah matematika yang membahas secara khusus objek visual sangatlah sedikit. Padahal, menurut Yuriadi dalam bukunya, Cara berpikir matematik akan sangat terbantu jika ditunjang dengan cara berpikir visual.
Salah satu tujuan matematika itu diberikan di sekolah adalah agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang Kecerdasan Kreativitas Pemecahan Masalah dan Kecerdasan Visual Terhadap Hasil Belajar Matematika dengan tujuan dari penulisan ini, harapannya dapat memberikan manfaat untuk semua kalangan. Baik siswa, guru/dosen, orang tua, peneliti, praktisi dan seluruh pemerhati matematika, yaitu sebagai tambahan alternatif data untuk kajian selanjutnya, bahan masukan, serta memberikan wacana betapa pentingnya kecerdasan kreativitas pemecahan masalah dan kecerdasan visual didongkrak dalam diri siswa, calon generasi Indonesia yang lebih baik.

Kajian yang Relevan
1.    Kecerdasan Kreativitas Pemecahan Masalah
Torrance (1959), Getzels dan Jackson (1962), dan Yamamoto (1964) berdasarkan studinya masing-masing sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu bahwa kelompok siswa yang kreativitasnya tinggi tidak berbeda dengan prestasi sekolah dari kelompok siswa yang inteligensinya relatif lebih tinggi. Torrance mengajukan hipotesis bahwa daya imajinasi, rasa ingin tahu, dan orisinalitas dari subyek yang kreativitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingatan dan faktor-faktor lain yang diukur oleh tes inteligensi tradisional. Penelitian Utami Munandar (1977) terhadap siswa SD dan SMP menunjukkan bahwa kreativitas sama absahnya seperti inteligensi sebagai prediktor dari prestasi sekolah. Jika efek dari inteligensi dieliminasi, hubungan antara kreativitas dan prestasi sekolah tetap substansial. (Utami,2002)
2.    Kecerdasan Visual
Dari hasil penelitian yang dilakukan Gardner, orang-orang yang memiliki kepintaran visual spasial ini lebih banyak dipengaruhi otak kanan, yaitu bagian otak yang bertugas memproses ruang. Namun, sambung Gardner, kecerdasan ini bukan hanya anugerah semata dari Tuhan Yang Maha Esa tapi juga bisa ditumbuhkan. Asalkan orangtua bisa menstimulasi kemampuan ini melalui beragam kegiatan. Biasanya anak tipe ini sangat menggemari permainan-permainan ‘melihat melalui pikiran’ seperti menggambar atau membayangkan obyek dan permainan acting atau berpura-pura.
Psikolog perkembangan anak dari Universitas Indonesia (UI), Dra. Surastuti Nurdadi, MSi menambahkan, ada korelasi yang erat antara kecerdasan visual-spatial dengan kemampuan logika matematika, sehingga anak terlihat cerdas dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika serta keruangan, misalnya ilmu ukur ruang dan aljabar matematika. Dengan kecerdasan visual-spasial, anak mampu menyelesaikan masalah-masalah matematika dengan mudah. Mereka juga senang menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui berbagai sarana, antara lain melalui buku-buku lain diluar buku wajib sekolah, misalnya, ensiklopedia, kamus, majalah atau browsing komputer.
Studi dari Guay dan McDaniel (1977) dan Bishop (1980) menemukan bahwa kecerdasan visual-spasial mempunyai hubungan positif dengan matematika pada anak usia sekolah. Studi dari Shermann (1980) juga menemukan bahwa matematika dan berpikir spasial mempunyai korelasi yang positif terhadap anak usia sekolah, baik pada kecerdasan visual spasial taraf rendah maupun taraf tinggi. McGee (1979) menemukan bahwa perbedaan dalam memecahkan soal-soal matematika antara anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan oleh perbedaan dalam kecerdasan visual-spasial mereka. Kecerdasan visual-spasial mereka. Kecerdasan visual-spasial anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan.

Kajian Teori
Apa itu…??
Kline, mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif dan induktif. Matematika bukan pengetahuan yang berdiri sendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Belajar matematika berarti belajar sesuatu yang abstrak, yang meliputi aktivitas fakta, belajar konsep, belajar prinsip, dan belajar skill. (Anwar, 2009)
Menurut Wikipedia, Kecerdasan adalah properti dari pikiran yang mencakup banyak kemampuan mental yang terkait, seperti kapasitas untuk berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan dan bahasa, dan belajar. Kecerdasan yang telah dicetuskan oleh Dr. Howard Gardner seorang psikolog dari Project Zero Hardvard University (USA) pada 1983  melalui teorinya yaitu Multiple Intelligences. Dalam bukunya Frame of Mind, Gardner mengatakan bahwakecerdasan seseorang “tiba-tiba” tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal. Pertama, kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri. Kedua, kebiasaan seseorang menciptakan produk-produk baru yang punya nilai budaya. (Munif,2011).
A.      Kecerdasan Kreativitas Pemecahan Masalah
“Seorang anak golden age (0-8 tahun) melihat tangga dirumahnya. Sebenarnya, otak anak tersebut melihat tangga adalah “problem” yang harus dia temukan jalan keluarnya, yaitu dengan menaiki tangga tersebut. Lalu, otak memerintahkan anak tersebut untuk menaiki tangga. Begitu anak tangga pertama berhasil dia lampaui, ada perasaan lega serta tantangan untuk terus menaiki tangga kedua dan seterusnya sampai kepuncak. Jika si anak berhasil menaiki tangga sampai puncak, dalam otak anak tersebut sudah tergores pengalaman menaiki tangga. Ini ibarat sebuah bab dalam sebuah bidang studi yang sudah tuntas, dengan kompetisi dasar kemampuan menaiki tangga.”
Gambaran tersebut sebenarnya merupakan proses menuju cerdas yang dimaksud oleh Gardner sebagai kebiasaan “pemecahan masalah”. Namun kebanyakan orang tua atau guru yang melihat kejadian anak menaiki tangga, biasanya tidak memandang hal tersebut sebagai pembangun kecerdasan anak, tetapi justru berteriak kepada anak agar berhenti menaiki tangga, lalu dengan mata melotot memintanya turun. Jika anak dianggap bandel karena mempertahankan keinginannya untuk terus menaiki tangga, biasanya sang ibu atau ayah dengan cepat menarik anak tersebut, kemudian kaki anak yang tak berdosa itu dicubit sebagai hukuman tidak menuruti perintah orang tua. Percayalah, orang tua semacam itu baru saja membunuh salah satu sumber kecerdasan anak, yaitu kebiasaan “Problem Solving”.
Pemecahan masalah merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemukan. Polya mengatakan pemecahan masalah adalah salah satu aspek berpikir tingkat tinggi, sebagai proses menerima masalah dan berusaha menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu, pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah miliki.
Pemecahan masalah suatu hal yang esensial dalam pembelajaran matematika di sekolah, diungkapkan Hudoyo (dalam blog Asmi: 2010) disebabkan antara lain:
1.        Siswa menjadi trampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan kemudian meneliti hasilnya.
2.        Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, yang merupakan masalah instrinsik.
3.        Potensi intelektual siswa meningkat
4.        Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.
Teknik pemecahan masalah secara kreatif yang dikemukakan oleh Shallcross (1985) meliputi lima tahap, yaitu :
1.        Tahap Orientasi
Masalah dirumuskan atau tujuan ditentukan. Masalah atau topik dijabarkan dengan menulis suatu paragraph yang melukiskan bagaimana pikiran dan perasaan seseorang mengenai topik atau masalah tersebut. Kemudian dalam satu atau dua kalimat dirumuskan tujuan yang ingin dicapai atau masalah yang hendak dipecahkan.
2.        Tahap Persiapan
Menghimpun semua fakta yang sudah diketahui mengenai masalahnya dan menanyakan semua fakta yang belum diketahui. Tahap ini adalah tahap pengumpulan data.
3.        Tahap Penggagasan
Menerapkan berpikir divergen untuk menghasilkan gagasan-gagasan sementara untuk memecahkan masalah.
4.        Tahap Penilaian atau Evaluasi
Menerapkan berpikir konvergen, yaitu menyeleksi gagasan-gagasan yang paling baik untuk dilaksanakan. Kunci untuk penilaian yang berhasil adalah menemukan kriteria untuk mempertimbangkan kelayakan dari setiap gagasan.
5.        Tahap Pelaksanaan atau Implementasi
Merupakan tahap terakhir dalam pemecahan masalah secara kreatif. Perlu diperhatikan bahwa kelima tahap ini tidak statis. Mungkin saja ketika mengerjakan tahap ketiga timbul informasi penting pada tahap kedua atau ketiga. Dalam hal ini dapat kembali melengkapi informasi tambahan itu. Makin lengkap tiap tahap, makin besar kemungkinan mencapai pemecahan yang memuaskan. (Utami, 1999 :295-298).
Branca (dalam Asmi:2010) mengatakan ada 3 interpretasi tentang pemecahan masalah matematika, yaitu :
1.        Pemecahan masalah sebagai tujuan
2.        Pemecahan masalah sebagai proses
3.        Pemecahan masalah sebagai ketrampilan dasar.
Karena pemecahan masalah merupakan kegiatan matematika yang sangat sulit baik mengajarkan maupun mempelajarinya. Berdasarkan hasil penelitian, untuk dapat mengajarkan pemecahan masalah dengan baik, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1.        Waktu
Untuk memecahkan suatu masalah perlu diberi batas waktu, agar seseorang dalam memecahkan masalah itu seluruh potensi pikirannya akan dikosentarsikan secara penuh pada penyelesaian suatu soal. Waktu itu harus digunakan untuk memahami masalah, mengekspolarasi liku – liku masalah dan untuk memikirkan masalah tersebut.
2.        Perencanaan
Aktivitas pembelajaran dan waktu yang diperlukan, harus direncanakan serta dikoordinasikansehingga siswa mamiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah, belajar berbagai variasi strategi pemecahan masalah, dan menganalisisserta mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih.
3.        Sumber
Agar guru memiliki kemampuan untuk mengembangkan masalah – masalah lainnya sehingga dapat menambah koleksi soal pemecahan masalah kebutuhan pelajaran, dengan strategi :
·         Mengumpulkan soal – soal pemecahan masalah dari koran, majalah, atau buku – buku selain dari buku paket.
  • Membuat soal sendiri misalnya dengan menggunakan ide yang datang dari lingkungan, koran atau televisi.
  • Memanfaatkan situasi yang muncul secara spontan khususnya yang didasarkan atas pertanyaan dari siswa.
  • Saling tukar soal dengan teman dan sesama guru.
  • Meminta siswa untuk menulis soal yang dapat dipertukarkan diantara mereka.

4.        Teknologi
Walaupun sebagian kalangan dan dari hasil penelitian penggunaan kalkulator belum tentu dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Tetapi di sini penggunaan kalkulator hanya sebagai alat bantu untuk meningkatkan keterampilan dalam menggunakan strategi pemecahan masalah dan dapat dialihkan untuk melakukan peningkatan ketrampilan lainnya yang levelnya lebih tinggi.
5.        Manajemen kelas
Untuk melaksanakan pembelajaran pemacahan masalah perlu diperhatikan hal – hal, seperti setting kelas yang mungkin dikembangkan antara lain model klasikal (kelompok besar), atau mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil, dan model belajar individu atau model belajar bekerjasama dengan anak lainnya (berdua).

B.       Kecerdasan Visual
Menurut Howard Gardner, dalam bukunya Multiple Intelligences, anak yang memiliki kepintaran visual akan dapat menyelesaikan masalah ruang (spasial). Anak mampu mengamati dunia spasial secara akurat, bahkan membayangkan bentuk-bentuk geometri dan tiga dimensi, serta kemampuan memvisualkan dengan grafik atau ide tata ruang (spasial). “Anak dengan kecerdasan visual spasial adalah pengamat dunia, mereka peka terhadap tanda-tanda alam dan mengamatinya secara menyeluruh.
Matematika adalah objek visual, seperti yang dituliskan dalam bukunya Andry Masri, bahwa unsur visual terdiri atas titik, garis, bidang, massa atau ruang, warna dan tekstur. Titik adalah kesatuan terkecil dari unsur visual. Keberadaan sebuah titik selalu membutuhkan latar berupa unsur lain (bidang atau massa). (Andry,2010)
Kecerdasan Visual atau Kecerdasan Spasial merupakan Kecerdasan melihat dan memanipulasi ruang, pola, dan desain. Pada umumnya mereka yang memiliki kecerdasan visual memiliki daya pengamatan yang tinggi dan Kecerdasan untuk berpikir dalam bentuk gambar. (Yeni,2011). Sejauh ini metode visual terbukti efektif untuk memperkuat ingatan. Tetapi visual juga bisa bekerja dengan cara lain dan untuk keuntungan yang lain. Dengan visual, seseorang bisa menyalesaikan masalahnya dengan menggunakan pikiran bawah sadar sehingga pikiran bisa terus bekerja bahkan ketika sedang memikirkan hal lain atau tidur sekalipun.(Yuriadi,2010).
Dalam sistem pendidikan kita, Kecerdasan bahasa lisan dan tulisan mendapatkan porsi yang paling dominan tetapi cara berfikir verbal bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan suatu masalah, sebagai contoh untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan kuantitas, cara berfikir verbal akan sulit menanganinya, dalam hal ini Kecerdasan matematika bisa menyelesaikan. Metode berpikir lain yang sangat penting adalah metode visual. Dengan metode ini belajar untuk benar-benar melihat sekelilingnya. Belajar untuk menggunakan imajinasi dalam menggambarkan suatu ide. Ketika kita menggabungkan proses-proses berpikir yang dimulai dengan melihat, mengimajinasikan, membuat sketsa, dan berpikir mengenai sebuah data atau ide akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah. Sketsa yang merupakan salah satu ciri dari visual juga akan sangat membantu dalam proses mengingat. Cara berpikir matematik akan sangat terbantu jika ditunjang dengan cara berpikir visual. (Yuriadi, 2010).
Cara mengembangkan kecerdasan visual pada anak sangat sederhana dan mengasyikkan, seperti :
1.    Mengenalkan arah atau arah mata angin
2.    Bermain puzzle dan balok
3.    Belajar bentuk
4.    Membuat peta
5.    Bermain tangram
6.    Menggambar dan mewarnai
7.    Utak atik play dough
8.    Belajar mengamati, dan lain-lain

Kesimpulan
Dalam beberapa penelitian yang sudah dibahas diatas bahwa Kecerdasan kreativitas pemecahan masalah dan Kecerdasan visual dapat membantu memudahkan memahami matematika, untuk itu Kecerdasan kreativitas pemecahan masalah dan Kecerdasan visual perlu didongkrak dalam diri siswa baik oleh guru maupun orang tua.
Pada prospek kajian ini akan berlanjut pada penelitian skripsi dimana populasi yang diambil yaitu siswa kelas VIII SMP se-kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

The Opinion of Education...

 Negeriku..
Di picu oleh gencar dan maraknya kenaikan harga BBM, seketika pula pikiran ini menerawang jauh dan menancap pada permasalahan yang sangat sensitive yaitu Pendidikan. Pendidikan yang notabene sebagai wahana utama yang harus digeluti oleh kalangan generasi untuk memperbaiki mutu negara saja masih banyak permasalahan yang belum tertuntaskan. Apakah pemerintah sudah menganggap pendidikan saat ini stabil? Tetapi, apa buktinya?
Immawan Pendi mengungkapkan gagasannya bahwa Pendidikan di Indonesia saat ini adalah penindasan yaitu yang bersistem Konservatif (budaya lama) dan Liberal (persaingan). Setelah saya amati dari berbagai gejala yang ada, Bahwa metode dan model mengajar budaya kakek moyang masih dibawa di era globalisasi saat ini, serta persaingan dalam mengenyam pendidikan justru merusak mental para generasi. Perlu diketahui calon generasi yang saat ini masih sebagai siswa, mereka adalah korban. Korban menjadi robot dan obyek pekerjaan para pengajarnya, dan staf pengajar adalah robotnya pemerintah. Disisi lain pemerintah dengan gampangnya merubah kurikulum-kurikulum pendidikan, membuat lebih banyak korban pada subyek pendidikan. Lantas, apa korelasinya dengan kenaikan harga BBM? Ohh..tentu sangat berhubungan erat. Dari permasalahan pendidikan yang tertancap dalam adalah mahalnya biaya pendidikan. BBM naik sudah barang tentu biaya pendidikan pun naik. Sejak kemarin saat harga  BBM diturunkan, pendidikan saja masih tergolong mahal, bagaimana ketika sudah naik?
Mencerdaskan kehidupan bangsa, merupakan salah satu hajat besar Negara Republik Indonesia yang tertulis jelas pada pembukaan UUD 1945. Perlu dipertegas, golongan manakah yang akan dicerdaskan oleh Pemerintah? Seluruh lapisan masyarakat atau lapisan tertentu saja? Saya pikir, ketika harga Bahan bakar naik dan kebutuhan naik maka secara linear biaya pendidikan pun naik. Akibatnya yang hanya bisa mengenyam pendidikan merekalah golongan rata-rata menengah atas, golongan rata-rata bawah akan memberontak dimana letak keadilan untuk mendapatkan hak belajar dan diajar. Bahkan secara tidak sadar golongan ini telah tersingkirkan dari kehidupan bangsa Indonesia.
Sungguh ironis jika kita sabagai calon pendidik masih tinggal diam. Ketika kita diam, maka kitalah korban berikutnya. Kita sebagai robot pemerintah juga sebagai penggerak robot siswa. Bangunlah saudaraku, lihatlah sekeliling kita. Untuk tidur saja mereka kesulitan, apalagi untuk makan dan mencari uang. Jangan sampai anak didik dan orang tua nanti juga sebagai korban kedzaliman. Kita bersama perjuangkan nasib bangsa, kita didik siswa kita agar menjadi generasi yang berakhlak, bukan koruptor, bukan pendzalim, bukan perusak tatanan negeri Indonesia. Walaupun sekecil apapun pengorbanan kita, ketika generasi kita mampu berjuang dalam aspirasi bangsa, maka ia tak kan lepas dari pengorbanan kita dimasa sebelumnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Popular Posts

Ads