Kajian
Kecerdasan Kreativitas Pemecahan Masalah dan Kecerdasan Visual Terhadap Hasil
Belajar Matematika
Lokana
Firda Amrina1
1Mahasiswa
Pendidikan Matematika FKIP UAD, Jl.
Prof. Dr. Soepomo, SH. Janturan Yogyakarta, gradien_tangenalfa@yahoo.com
ABSTRAK
Matematika merupakan
ilmu yang dapat diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan
masalah matematika adalah proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat
matematika dalam menyelesaikan masalah yang juga merupakan metode penemuan
solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Kecerdasan Visual atau Kecerdasan
Spasial merupakan Kecerdasan melihat dan memanipulasi ruang, pola, dan desain.
Kedua Kecerdasan yang perlu didongkrak dalam diri siswa supaya lebih mudah
menyelesaikan persoalan matematika, terutama dalam aplikasi kehidupan
sehari-hari. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para psikolog bahwa kedua Kecerdasan
ini sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar matematika.
Kata
Kunci : Kreativitas, Visual, Spasial, Pemecahan Masalah
ABSTRAC
Mathematics is a science that applied directly in the daily activities. Mathematical
problem solving is a process to solve a problem uses strengths and benefits of
mathematetics. It is a problem solving method through several steps. First,
visualitation skill or spatial skill is an ability to see and manipulate pace,
patterns and designs. Second, students abilities that need to leveraged to
solve the mathematics problems easily, especially in the daily activities. Some
of psichological research found that both of them greatly affect the level of
success in learning mathematics.
Key
words : Creativity , Visual, Spacial, Problem Solving
Pendahuluan
Matematika yang
merupakan ilmu pasti dan kongkret, artinya matematika menjadi ilmu real yang
bisa diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai
bentuk. Bahkan, tanpa disadari, ilmu matematika sering diterapkan untuk
menyelesaikan masalah kehidupan. Sehingga matematika merupakan ilmu yang
benar-benar menyatu dalam kehidupan sehari-hari dan mutlak dibutuhkan oleh
setiap manusia, baik untuk diri sendiri maupun untuk berinteraksi dengan sesama
manusia (Raodatul, 2011).
Kecerdasan pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum
matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun
penyelesaian siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan
serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah
yang bersifat tidak rutin. Pemecahan masalah matematika adalah proses yang
menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah yang
juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah.
Disisi lain matematika yang merupakan ilmu abstrak atau merupakan hasil
pemikiran otak manusia, dimana sangat diperlukan Kecerdasan visual untuk
mempermudah dalam memikirkan obyek matematika. Disisi lain kita sadari pada
kurikulum pendidikan, bahwa mata kuliah matematika yang membahas secara khusus
objek visual sangatlah sedikit. Padahal, menurut Yuriadi dalam bukunya, Cara
berpikir matematik akan sangat terbantu jika ditunjang dengan cara berpikir visual.
Salah satu tujuan matematika itu diberikan di sekolah adalah
agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang,
melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, dan efektif. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang Kecerdasan
Kreativitas Pemecahan Masalah dan Kecerdasan Visual Terhadap Hasil Belajar
Matematika dengan tujuan dari penulisan ini, harapannya dapat memberikan
manfaat untuk semua kalangan. Baik siswa, guru/dosen, orang tua, peneliti,
praktisi dan seluruh pemerhati matematika, yaitu sebagai tambahan alternatif
data untuk kajian selanjutnya, bahan masukan, serta memberikan wacana betapa
pentingnya kecerdasan kreativitas pemecahan masalah dan kecerdasan visual
didongkrak dalam diri siswa, calon generasi Indonesia yang lebih baik.
Kajian yang Relevan
1.
Kecerdasan
Kreativitas Pemecahan Masalah
Torrance (1959),
Getzels dan Jackson (1962), dan Yamamoto (1964) berdasarkan studinya
masing-masing sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu bahwa kelompok siswa yang
kreativitasnya tinggi tidak berbeda dengan prestasi sekolah dari kelompok siswa
yang inteligensinya relatif lebih tinggi. Torrance mengajukan hipotesis bahwa
daya imajinasi, rasa ingin tahu, dan orisinalitas dari subyek yang
kreativitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingatan dan
faktor-faktor lain yang diukur oleh tes inteligensi tradisional. Penelitian
Utami Munandar (1977) terhadap siswa SD dan SMP menunjukkan bahwa kreativitas
sama absahnya seperti inteligensi sebagai prediktor dari prestasi sekolah. Jika
efek dari inteligensi dieliminasi, hubungan antara kreativitas dan prestasi
sekolah tetap substansial. (Utami,2002)
2.
Kecerdasan
Visual
Dari hasil penelitian
yang dilakukan Gardner, orang-orang yang memiliki kepintaran visual spasial ini
lebih banyak dipengaruhi otak kanan, yaitu bagian otak yang bertugas memproses
ruang. Namun, sambung Gardner, kecerdasan ini bukan hanya anugerah semata dari
Tuhan Yang Maha Esa tapi juga bisa ditumbuhkan. Asalkan orangtua bisa
menstimulasi kemampuan ini melalui beragam kegiatan. Biasanya anak tipe ini
sangat menggemari permainan-permainan ‘melihat melalui pikiran’ seperti
menggambar atau membayangkan obyek dan permainan acting atau berpura-pura.
Psikolog perkembangan
anak dari Universitas Indonesia (UI), Dra. Surastuti Nurdadi, MSi menambahkan,
ada korelasi yang erat antara kecerdasan visual-spatial dengan kemampuan logika
matematika, sehingga anak terlihat cerdas dalam menyelesaikan masalah-masalah
matematika serta keruangan, misalnya ilmu ukur ruang dan aljabar matematika.
Dengan kecerdasan visual-spasial, anak mampu menyelesaikan masalah-masalah
matematika dengan mudah. Mereka juga senang menyelesaikan masalah yang dihadapi
melalui berbagai sarana, antara lain melalui buku-buku lain diluar buku wajib
sekolah, misalnya, ensiklopedia, kamus, majalah atau browsing komputer.
Studi dari Guay dan
McDaniel (1977) dan Bishop (1980) menemukan bahwa kecerdasan visual-spasial
mempunyai hubungan positif dengan matematika pada anak usia sekolah. Studi dari
Shermann (1980) juga menemukan bahwa matematika dan berpikir spasial mempunyai
korelasi yang positif terhadap anak usia sekolah, baik pada kecerdasan visual
spasial taraf rendah maupun taraf tinggi. McGee (1979) menemukan bahwa
perbedaan dalam memecahkan soal-soal matematika antara anak laki-laki dan anak
perempuan disebabkan oleh perbedaan dalam kecerdasan visual-spasial mereka.
Kecerdasan visual-spasial mereka. Kecerdasan
visual-spasial anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan.
Kajian Teori
Apa
itu…??
Kline,
mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah
penggunaan cara bernalar deduktif dan induktif. Matematika bukan pengetahuan
yang berdiri sendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi
keberadaannya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi dan alam. Belajar matematika berarti belajar sesuatu yang
abstrak, yang meliputi aktivitas fakta, belajar konsep, belajar prinsip, dan
belajar skill. (Anwar, 2009)
Menurut Wikipedia, Kecerdasan adalah properti dari pikiran yang
mencakup banyak kemampuan mental yang terkait, seperti kapasitas untuk
berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan
dan bahasa, dan belajar. Kecerdasan yang telah dicetuskan oleh Dr. Howard
Gardner seorang psikolog dari Project Zero Hardvard University (USA) pada 1983 melalui teorinya yaitu Multiple
Intelligences. Dalam bukunya Frame of Mind, Gardner mengatakan bahwakecerdasan
seseorang “tiba-tiba” tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun
dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal. Pertama, kebiasaan
seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri. Kedua, kebiasaan seseorang
menciptakan produk-produk baru yang punya nilai budaya. (Munif,2011).
A.
Kecerdasan
Kreativitas Pemecahan Masalah
“Seorang anak golden age (0-8 tahun) melihat tangga dirumahnya. Sebenarnya, otak
anak tersebut melihat tangga adalah “problem”
yang harus dia temukan jalan keluarnya, yaitu dengan menaiki tangga tersebut.
Lalu, otak memerintahkan anak tersebut untuk menaiki tangga. Begitu anak tangga
pertama berhasil dia lampaui, ada perasaan lega serta tantangan untuk terus
menaiki tangga kedua dan seterusnya sampai kepuncak. Jika si anak berhasil
menaiki tangga sampai puncak, dalam otak anak tersebut sudah tergores
pengalaman menaiki tangga. Ini ibarat sebuah bab dalam sebuah bidang studi yang
sudah tuntas, dengan kompetisi dasar kemampuan menaiki tangga.”
Gambaran tersebut
sebenarnya merupakan proses menuju cerdas yang dimaksud oleh Gardner sebagai
kebiasaan “pemecahan masalah”. Namun kebanyakan orang tua atau guru yang
melihat kejadian anak menaiki tangga, biasanya tidak memandang hal tersebut sebagai
pembangun kecerdasan anak, tetapi justru berteriak kepada anak agar berhenti
menaiki tangga, lalu dengan mata melotot memintanya turun. Jika anak dianggap
bandel karena mempertahankan keinginannya untuk terus menaiki tangga, biasanya
sang ibu atau ayah dengan cepat menarik anak tersebut, kemudian kaki anak yang
tak berdosa itu dicubit sebagai hukuman tidak menuruti perintah orang tua.
Percayalah, orang tua semacam itu baru saja membunuh salah satu sumber
kecerdasan anak, yaitu kebiasaan “Problem
Solving”.
Pemecahan masalah
merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang
ditemukan. Polya mengatakan pemecahan masalah adalah salah satu aspek berpikir
tingkat tinggi, sebagai proses menerima masalah dan berusaha menyelesaikan
masalah tersebut. Selain itu, pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas
intelektual untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan
bekal pengetahuan yang sudah miliki.
Pemecahan masalah suatu hal yang esensial dalam pembelajaran
matematika di sekolah, diungkapkan Hudoyo (dalam blog Asmi: 2010) disebabkan
antara lain:
1.
Siswa menjadi trampil menyeleksi informasi yang
relevan, kemudian menganalisanya dan kemudian meneliti hasilnya.
2.
Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, yang
merupakan masalah instrinsik.
3.
Potensi intelektual siswa meningkat
4.
Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan
melalui proses melakukan penemuan.
Teknik pemecahan
masalah secara kreatif yang dikemukakan oleh Shallcross (1985) meliputi lima
tahap, yaitu :
1.
Tahap Orientasi
Masalah dirumuskan atau tujuan
ditentukan. Masalah atau topik dijabarkan dengan menulis suatu paragraph yang
melukiskan bagaimana pikiran dan perasaan seseorang mengenai topik atau masalah
tersebut. Kemudian dalam satu atau dua kalimat dirumuskan tujuan yang ingin
dicapai atau masalah yang hendak dipecahkan.
2.
Tahap Persiapan
Menghimpun semua fakta yang sudah
diketahui mengenai masalahnya dan menanyakan semua fakta yang belum diketahui.
Tahap ini adalah tahap pengumpulan data.
3.
Tahap Penggagasan
Menerapkan berpikir divergen untuk
menghasilkan gagasan-gagasan sementara untuk memecahkan masalah.
4.
Tahap Penilaian atau Evaluasi
Menerapkan berpikir
konvergen, yaitu menyeleksi gagasan-gagasan yang paling baik untuk
dilaksanakan. Kunci untuk penilaian yang berhasil adalah menemukan kriteria
untuk mempertimbangkan kelayakan dari setiap gagasan.
5.
Tahap Pelaksanaan atau Implementasi
Merupakan tahap terakhir dalam
pemecahan masalah secara kreatif. Perlu diperhatikan bahwa kelima tahap ini
tidak statis. Mungkin saja ketika mengerjakan tahap ketiga timbul informasi
penting pada tahap kedua atau ketiga. Dalam hal ini dapat kembali melengkapi
informasi tambahan itu. Makin lengkap tiap tahap, makin besar kemungkinan
mencapai pemecahan yang memuaskan. (Utami, 1999 :295-298).
Branca (dalam
Asmi:2010) mengatakan ada 3 interpretasi tentang pemecahan masalah matematika,
yaitu :
1.
Pemecahan masalah sebagai tujuan
2.
Pemecahan masalah sebagai proses
3.
Pemecahan masalah sebagai ketrampilan
dasar.
Karena pemecahan
masalah merupakan kegiatan matematika yang sangat sulit baik mengajarkan maupun
mempelajarinya. Berdasarkan hasil penelitian, untuk dapat mengajarkan pemecahan
masalah dengan baik, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1.
Waktu
Untuk memecahkan suatu masalah perlu
diberi batas waktu, agar seseorang dalam memecahkan masalah itu seluruh potensi
pikirannya akan dikosentarsikan secara penuh pada penyelesaian suatu soal.
Waktu itu harus digunakan untuk memahami masalah, mengekspolarasi liku – liku
masalah dan untuk memikirkan masalah tersebut.
2.
Perencanaan
Aktivitas pembelajaran dan waktu
yang diperlukan, harus direncanakan serta dikoordinasikansehingga siswa
mamiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah, belajar
berbagai variasi strategi pemecahan masalah, dan menganalisisserta
mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih.
3.
Sumber
Agar
guru memiliki kemampuan untuk mengembangkan masalah – masalah lainnya sehingga
dapat menambah koleksi soal pemecahan masalah kebutuhan pelajaran, dengan
strategi :
·
Mengumpulkan
soal – soal pemecahan masalah dari koran, majalah, atau buku – buku selain dari
buku paket.
- Membuat soal sendiri misalnya dengan menggunakan ide yang datang dari lingkungan, koran atau televisi.
- Memanfaatkan situasi yang muncul secara spontan khususnya yang didasarkan atas pertanyaan dari siswa.
- Saling tukar soal dengan teman dan sesama guru.
- Meminta siswa untuk menulis soal yang dapat dipertukarkan diantara mereka.
4.
Teknologi
Walaupun sebagian kalangan dan dari
hasil penelitian penggunaan kalkulator belum tentu dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa. Tetapi di sini penggunaan kalkulator hanya sebagai
alat bantu untuk meningkatkan keterampilan dalam menggunakan strategi pemecahan
masalah dan dapat dialihkan untuk melakukan peningkatan ketrampilan lainnya
yang levelnya lebih tinggi.
5.
Manajemen kelas
Untuk melaksanakan pembelajaran
pemacahan masalah perlu diperhatikan hal – hal, seperti setting kelas yang
mungkin dikembangkan antara lain model klasikal (kelompok besar), atau mengelompokkan
siswa dalam kelompok kecil, dan model belajar individu atau model belajar
bekerjasama dengan anak lainnya (berdua).
B.
Kecerdasan
Visual
Menurut Howard Gardner,
dalam bukunya Multiple Intelligences, anak yang memiliki kepintaran
visual akan dapat menyelesaikan masalah ruang (spasial). Anak mampu mengamati
dunia spasial secara akurat, bahkan membayangkan bentuk-bentuk geometri dan
tiga dimensi, serta kemampuan memvisualkan dengan grafik atau ide tata ruang
(spasial). “Anak dengan kecerdasan visual spasial adalah pengamat dunia, mereka
peka terhadap tanda-tanda alam dan mengamatinya secara menyeluruh.
Matematika adalah objek
visual, seperti yang dituliskan dalam bukunya Andry Masri, bahwa unsur visual terdiri
atas titik, garis, bidang, massa atau ruang, warna dan tekstur. Titik adalah
kesatuan terkecil dari unsur visual. Keberadaan sebuah titik selalu membutuhkan
latar berupa unsur lain (bidang atau massa). (Andry,2010)
Kecerdasan Visual atau Kecerdasan
Spasial merupakan Kecerdasan melihat dan memanipulasi ruang, pola, dan desain.
Pada umumnya mereka yang memiliki kecerdasan visual memiliki daya pengamatan
yang tinggi dan Kecerdasan untuk berpikir dalam bentuk gambar. (Yeni,2011). Sejauh
ini metode visual terbukti efektif untuk memperkuat ingatan. Tetapi visual juga
bisa bekerja dengan cara lain dan untuk keuntungan yang lain. Dengan visual,
seseorang bisa menyalesaikan masalahnya dengan menggunakan pikiran bawah sadar
sehingga pikiran bisa terus bekerja bahkan ketika sedang memikirkan hal lain atau
tidur sekalipun.(Yuriadi,2010).
Dalam sistem pendidikan
kita, Kecerdasan bahasa lisan dan tulisan mendapatkan porsi yang paling dominan
tetapi cara berfikir verbal bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan suatu
masalah, sebagai contoh untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan
dengan kuantitas, cara berfikir verbal akan sulit menanganinya, dalam hal ini Kecerdasan
matematika bisa menyelesaikan. Metode berpikir lain yang sangat penting adalah
metode visual. Dengan metode ini belajar untuk benar-benar melihat
sekelilingnya. Belajar untuk menggunakan imajinasi dalam menggambarkan suatu
ide. Ketika kita menggabungkan proses-proses berpikir yang dimulai dengan
melihat, mengimajinasikan, membuat sketsa, dan berpikir mengenai sebuah data
atau ide akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah. Sketsa yang
merupakan salah satu ciri dari visual juga akan sangat membantu dalam proses
mengingat. Cara berpikir matematik akan sangat terbantu jika ditunjang dengan
cara berpikir visual. (Yuriadi, 2010).
Cara mengembangkan kecerdasan visual
pada anak sangat sederhana dan mengasyikkan, seperti :
1. Mengenalkan
arah atau arah mata angin
2. Bermain
puzzle dan balok
3. Belajar
bentuk
4. Membuat
peta
5. Bermain
tangram
6. Menggambar
dan mewarnai
7. Utak
atik play dough
8. Belajar
mengamati, dan lain-lain
Kesimpulan
Dalam beberapa
penelitian yang sudah dibahas diatas bahwa Kecerdasan kreativitas pemecahan
masalah dan Kecerdasan visual dapat membantu memudahkan memahami matematika,
untuk itu Kecerdasan kreativitas pemecahan masalah dan Kecerdasan visual perlu
didongkrak dalam diri siswa baik oleh guru maupun orang tua.
Pada prospek kajian ini
akan berlanjut pada penelitian skripsi dimana populasi yang diambil yaitu siswa
kelas VIII SMP se-kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, Yogyakarta.