"Belajar bukanlah seberapa banyak yang dipelajari namun seberapa banyak yang diserap dan diterapkan dari sebuah pembelajaran sebagai mata pelajaran."
Saya masih berfikir panjang tentang pendidikan. Pendidikan
adalah bagian dari dunia setiap manusia. Apalagi sekarang ini saya terlibat
langsung didalam proses pendidikannya. Sejauh tentang teori dan praktik
pendidikan yang ada di Indonesia dan pernah saya saksikan masih tergolong
kurang baik. Bagaimana dengan sekarang dan saat ini yang sedang saya saksikan?
Mengapa demikian? Sebab saya hanya bisa menjamah sepersekian persen saja yang
jauh dari angka satu. Saya katakan, pendidikan kita insya Allah jauh lebih baik
daripada yang di Thailand. Saya hanya bisa membahas yang ada disekolah tempat
saya mengajar, mari kita simak...
1.
Jam belajar
Jam belajar di sekolah tempat saya mengajar
sekitar pukul 07.45 sudah berkumpul dilapangan untuk apel pagi dan doa bersama hingga
pukul 08.00 pelajaran pertama dimulai pukul 08.20. Sebenarnya waktu di Indonesia sama
dengan waktu di Thailand. Saya pun kurang faham mengapa diberlakukan awal jam
belajar pukul 08.20. Sayang sekali pikiran pagi yang masih fresh tidak bisa
dimanfaatkan Kondisi ini sangat baik untuk dimasuki beberapa kajian ilmu sebab
otak belum terlalu banyak berfikir. Semakin siang kondisi otak akan semakin
lelah pula. Hingga pukul 16.00 kegiatan sekolah berlangsung tanpa istirahat.
Mereka belajar dari pukul 08.20-12.05 kemudian istirahat makan dan sholat
Dhuhur, pukul 13.00 sampai pukul 16.00 pelajaran usai dan ditutup dengan sholat
ashar berjamaah. Begitu setiap harinya Senin hingga Jum’at. Sabtu Minggu libur
sekolah.
2.
Jumlah mata pelajaran.
Jumlah mata pelajaran sebanyak 23 mata pelajaran yang dilahap 7-9 mata
pelajaran perhari. Durasi perminggunya 5 hari sekolah. Padat sekali bukan? Sehari belajar 9 jam pelajaran dengan durasi 45 menit tiap jam
pelajaran. Tak bisa kita bayangkan bagaimana jenuhnya setiap bel ganti
pelajaran. Pelajaran belum sempat diserap baik oleh siswa sudah diberikan
materi lain. Kemudian bagaimanakah jika dalam sehari semua mata pelajaran
mengadakan tugas rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, mereka sudah
pulang sore masih ditimpakan banyak tugas harus selesai.
3.
Ujian sekolah
Ujian ini diadakan 4 kali tes. Ada Mid
Semester 1, Akhir semester 1, Mid semester 2 dan akhir semester 2. Kurang lebih
setiap 2.5 bulan diadakan tes. Biasanya tes diadakan 4 hari saja dimana
setiap harinya bisa 3-5 mata pelajaran yang diujikan. Biasanya kita ujian
sehari 2 mapel saja sudah klepek-klepek dan hasilnya belum tentu memuaskan
sebab kurangnya melemahnya daya pikiran dan daya konsentrasi. Soal ujian dibuat oleh guru yang mengajar
bukan suatu perkumpulan dari kelembagaan. Ujian pun dengan durasi waktu
disekolah pukul 08.20 hingga 15.15. Selisih 45 menit lebih awal. Disini siswa
kurang waktu untuk belajar. Sepulang dari sekolah tentu lelah apalagi mereka
yang rumahnya jauh dari sekolah.
4.
Kekerasan pada siswa
Pertama kalinya saya melihat pemyabetan
siswa dengan menggunakan rotan apalagi melakukannya berkali-kali didepan
publik. Setiap siswa yang memiliki kasus berat disekolah, saat apel pagi akan
dipanggil mendapat minimal dua sabetan rotan. Semua siswa dan guru dilapangan
menyaksikannya. Bagi mereka sudah hal yang biasa. Hukuman fisik seperti itu
sudah dikenai sejak mereka masih duduk dibangku Anuban (TK) hanya saja tingkat
hukumannya berbeda. Walaupun berbeda tapi hukuman fisik ini sudah dirasakan.
Seorang anak semakin sering dihukum, bukannya semakin menjadi baik dan disiplin
namun akan semakin nakal dan brutal. Mereka ingin protes namun ekspresi
kenakalanlah yang bisa ia luapkan. Saya sepakat jika penyabetan itu karena
mereka tidak melaksanakan sholat namun lain cerita jika penyabetan itu karena
mereka tidak mengerjakan PR, tugas, tidak mengikuti pelajaran, dan kesalahan
lainnya.
5.
Kurangnya reward
Reward juga penting untuk membentuk
kepercayaan anak didik. Walaupun kesannya seperti iming-iming yang membuat anak
mau melakukan sesuatu demi hadiah. Bukan itu.
Seorang siswa bercerita pada saya “Teacher, seminggu lagi saya akan ikut
lomba bahasa Inggris. Tapi esok saya harus ke Bangkok. Saya malas ikut lomba.
Saya hanya dimanfaatkan kecerdasan saya setelah itu saya akan diperlakukan
layaknya siswa yang tidak tahu diri. Saya sangat sakit hati”
Mereka ingin ucapan selamat dan dihargai
betul kemampuan dirinya oleh sang guru.
Apa yang terjadi dengan siswaku saat ini? sekali lagi saya
tidak sedang mengkritik namun sedang mengupas permasalahan yang terjadi. Ini
bukanlah aib karenapun tak ada yang tertutup justru ini sangat diharapkan
minimal do’a dari kawan-kawan seiman.
Nakal adalah sifat yang dimiliki anak-anak
namun nakal dan brutal hanya dimiliki oleh sebagian anak-anak. Permasalahan
kerap banyak terjadi baaik internal maupun eksternal. Beberapa siswa saya
adalah korban perceraian orang tuanya, pengekangan dari orang tuanya, keadaan
ekonomi, dan lainnya. Seminggu ini saya mendengar 3 siswa saya korban
perceraian dan 3 siswa saya dikekang oleh orang tuanya, Putus sekolah karena
perekonomian keluarga.
Banyak guru yang mengeluhkan ini, siswa
brutal. Sering ada kroyokan disamping sekolah. Tidak mengerjakan PR dan nilai
yang buruk. Sebenarnya masalah teknis belajar itulah yang saya sayangkan. Siswa
pasti jenuh dengan jadwal sepadat itu sehingga tidak ada banyak waktu untuk
belajar maupun bermain. Kekerasan yang kerap terjadi membuat mereka terbiasa
dan mudah mempermainkan guru. Tidak dihargai oleh siswa itu biasa namun
sekaligus dibuat jengkel setiap hari membuat ini luar biasa. Buas ya bisa jadi
sebutan untuk mereka..
Masih banyak yang ingin saya share terkait pendidikan namun pikiran saya sudah buntu hehee :)
0 komentar:
Posting Komentar