Pages

lokana firda. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Saya adalah seorang perempuan yang ibu lahirkan pada tanggal 5 Februari. saya sangat menyukai dunia sains dalam kajian kehidupan. hingga akhirnya jatuhlah pilihan hidup saya untuk mengarungi dunia Matematika yang dikomparasikan dengan dunia pendidikan. sehingga dengan buah hasil ilmu yang saya kaji, saya dapat mengaplikasikan sebagai Pendidik Matematika. Untuk Muhammadiyah, Untuk Islam dan Bangsa
y

cursor

Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer

bunga mawar

RSS
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Merubah Inspirasi menjadi sebuah coretan tangan

Negasi

Tugas 5 : Struktur
                   
Lokana Firda Amrina
15709251055 / Pend.Matematika D


Tiap bidang ilmu pengetahuan memiliki kosa katanya sendiri, istilah-istilah yang seringkali tidak sama maknanya dengan penggunaannya sehari-hari. Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai kesulitan dan kesalahpahaman. Kata "negasi" umumnya dimaknai sebagai sekedar penghancuran, pemusnahan. Penting untuk dipahami bahwa dalam dialektika, negasi memiliki hakikat yang sama sekali berbeda. Ia bermakna menghancurkan dan memelihara pada saat yang bersamaan. Kita dapat menegasi sebutir benih dengan menginjaknya hancur. Benih itu "dinegasi" tapi bukan dalam makna yang dialektik.
Orang-orang Yunani kuno sangat akrab dengan diskusi yang dialektik. Dalam sebuah debat yang dijalankan dengan benar, satu ide dikemukakan (tesis) dan kemudian disambut dengan ide yang berlawanan (antitesis) yang menegasinya. Akhirnya, melalui proses diskusi yang menyeluruh, yang menjelajahi isu yang dibahas dari segala sudut pandang dan menjabarkan seluruh kontradiksi yang tersembunyi, kita akan sampai pada kesimpulan (sintesis). Kita boleh sampai atau tidak sampai pada kesimpulan tapi, dengan diskusi, kita telah memperdalam pengetahuan dan pemahaman kita dan menempatkan keseluruhan diskusi dalam bidang pandang yang sama sekali berbeda.
Sangatlah jelas bahwa tidak satupun kritikus yang menyerang Marxisme pernah berepot-repot membaca sendiri karya-karya Marx dan Engels. Seringkali dianggap, contohnya, bahwa dialektika terdiri dari "tesis-antitesis-sintesis", yang dianggap telah disalin Marx dari Hegel (yang dianggap menyalinnya dari Tritunggal Mahakudus) dan menerapkannya ke dalam masyarakat. Karikatur yang kekanak-kanakan ini masih terus diulangi oleh orang-orang yang semestinya dianggap intelektual sampai hari ini. Pada kenyataannya, bukan hanya dialektika Marx bertentangan dengan dialektika Hegel yang idealis, tapi dialektika Hegel itu sendiri sangat berbeda dengan filsafat Yunani klasik.
Plekhanov dengan tepat menyindir upaya untuk mereduksi struktur dialektika Hegelian pada "Tritunggal kayu" tesis-antitesis-sintesis. Dialektika Hegel yang maju itu mengandung hubungan yang kurang-lebih sama terhadap dialektika Yunani, seperti hubungan ilmu kimia modern terhadap penyelidikan primitif yang dilakukan oleh para ahli alkimia tempo dulu. Benar bahwa para ahli alkimia itu menyiapkan landasan bagi berkembangnya ilmu kimia secara umum, tapi pernyataan bahwa "keduanya pada dasarnya sama" adalah pernyataannya yang konyol, titik. Hegel kembali pada Heraclitus, tapi pada tingkatan kualitatif yang lebih tinggi, yang telah diperkaya oleh 2.500 tahun perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Perkembangan dialektika itu sendiri adalah proses yang dialektik.
Pada masa kini, kata "alkimia" digunakan sebagai sinonim dari sihir tipu-tipu. Ia mengumpulkan segala hal yang berhubungan dengan mantera dan black magic. Unsur-unsur ini memang hadir dalam sejarah alkimia, tapi aktivitas mereka tidaklah terbatas pada hal-hal ini saja. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, alkimia memainkan peran yang sangat penting. Alkimia adalah kata bahasa Arab, yang digunakan untuk segala jenis ilmu tentang material. Banyak di antara mereka memang penipu, tapi tidak sedikit pula yang merupakan ilmuwan-ilmuwan yang baik! Dan kata kimia adalah kosa kata Barat untuk hal yang sama. Banyak kosa kata dalam ilmu kimia berasal dari bahasa Arab - acid (asam), alkali (basa),alcohol, dst.
Para ahli alkimia berangkat dari proposisi bahwa mungkin bagi kita untuk mengubah satu unsur menjadi unsur yang lain. Mereka mencoba selama berabad-abad untuk menemukan "Batu filsuf", yang mereka percaya akan memungkinkan mereka untuk mengubah logam dasar (timah) menjadi emas. Kalaupun mereka berhasil, tentunya mereka tetap tidak akan mendapat manfaat apa-apa dari situ, karena nilai emas akan langsung merosot senilai dengan timah! Tapi itu cerita lain. Kalau melihat tingkatan perkembangan teknik pada masa itu, para ahli alkimia nampaknya mencoba melakukan sesuatu yang mustahil. Pada akhirnya mereka dipaksa sampai pada kesimpulan bahwa pengubahan [transmutasi] unsur adalah hal yang mustahil. Walau demikian, upaya yang dilakukan para ahli alkimia bukanlah hal yang sia-sia. Dalam pengejaran mereka terhadap hipotesis yang tidak ilmiah itu, batu filsuf, mereka sebenarnya telah melakukan kerja-kerja kepeloporan, mengembangkan seni eksperimen, menciptakan berbagai peralatan yang masih terus digunakan dalam laboratorium-laboratorium masa kini dan merinci dan menganalisa berjenis-jenis reaksi kimia. Dengan cara ini, alkimia telah menyiapkan jalan bagi perkembangan ilmu kimia yang sejati.
Ilmu kimia modern mampu melangkah maju hanya setelah menyangkal hipotesis dasar para ahli alkimia - pengubahan unsur-unsur. Sejak akhir abad ke-18, ilmu kimia berkembang di atas landasan yang ilmiah. Dengan menyingkirkan tujuan-tujuan masa lalu yang penuh khayal itu, ia dapat melompat jauh ke depan. Kemudian, di tahun 1919, ilmuwan Inggris Rutherford melakukan satu percobaan dengan membombardemen inti atom nitrogen dengan partikel alpha. Hal ini mengakibatkan pecahnya inti atom, pertama kalinya hal seperti ini dibuat oleh manusia. Dengan cara itu, ia berhasil mengubah satu unsur (nitrogen) menjadi unsur lainnya (oksigen). Pencarian yang telah berlangsung ribuan tahun di tangan para ahli alkimia itu telah mencapai tujuannya, tapi dengan cara yang sama sekali tidak akan pernah mereka sanggup bayangkan.
Mari kita lihat proses ini lebih dekat lagi. Kita mulai dengan tesis: a) transmutasi unsur; ini kemudian dinegasi oleh antitesisnya b) kemustahilan untuk mengubah satu unsur menjadi unsur lain; yang kemudian digulingkan pula oleh negasi yang kedua c) transmutasi unsur-unsur. Di sini kita harus memperhatikan tiga hal. Pertama, tiap negasi menandai satu kemajuan yang pasti. Kedua, tiap kemajuan akan menegasi tahapan yang sebelumnya, bereaksi melawannya, sambil merawat segala hal yang berguna dan perlu dari tahapan yang dinegasinya. Terakhir, tahapan puncaknya - negasi dari negasi - sama sekali tidak menandai kembalinya kita pada ide awal (dalam hal ini, alkimia), tapi pemunculan kembali bentuk-bentuk awal itu dalam tingkat yang lebih tinggi secara kualitas. Kebetulan, kini mungkin bagi kita untuk mengubah timah menjadi emas, tapi prosesnya terlalu mahal sehingga orang tidak mau repot-repot lagi melakukan itu.
Dialektika menggambarkan proses-proses mendasar yang bekerja di alam raya, di tengah masyarakat dan dalam sejarah perkembangan pemikiran, bukan dalam lingkaran yang bulat, di mana proses-proses sekedar mengulangi diri mereka dalam siklus mekanik yang tanpa henti, tapi sebagai sejenis spiral perkembangan yang terbuka di mana tidak sesuatupun yang berulang persis dengan cara yang sama. Proses ini dapat terlihat dalam sejarah fislafat dan ilmu pengetahuan. Seluruh sejarah pemikiran mengandung proses perkembangan melalui kontradiksi yang tanpa putusnya.
Sebuah teori dikemukakan untuk menjelaskan gejala tertentu. Teori ini secara bertahap diterima orang, baik karena semakin banyaknya bukti yang membenarkannya, atau karena ketiadaan teori lain yang lebih memuaskan. Pada titik tertentu, penyimpangan dari data akan ditemukan, yang mulanya pasti diabaikan sebagai sekedar kesalahan pengukuran. Lalu satu teori baru akan muncul untuk mengkontradiksi teori lama dan untuk menjelaskan fakta-fakta dengan lebih baik. Pada akhirnya, setelah pergulatan yang panjang, teori baru itu akan menggulingkan teori lama yang telah menjadi ortodoks itu. Tapi, pertanyaan-pertanyaan baru akan terus muncul, yang pada gilirannya harus pula diselesaikan. Seringkali, nampaknya kita kembali pada ide-ide yang sebelumnya telah dibuktikan keliru. Tapi, hal ini tidaklah berarti kembali pada titik nol. Yang kita lihat di sini adalah proses yang dialektik, yang melibatkan pemahaman yang semakin dalam atas bekerjanya alam, masyarakat dan diri kita sendiri. Inilah dialektika sejarah filsafat dan ilmu pengetahuan.
Joseph Dietzgen, seorang kawan Marx dan Engels, pernah berkata bahwa seorang tua yang merenungkan kembali seluruh hidupnya boleh jadi akan melihatnya sebagai serangkaian kesalahan yang, jika ia dapat memutar balik waktu, pastilah akan coba diperbaikinya. Tapi, kemudian ia akan terbentur pada kontradiksi dialektikal bahwa hanya melalui kesalahan-kesalahan itulah ia dapat sampai pada kebijaksanaan yang dimilikinya sekarang, yang membuat ia sanggup melihat dan mengakui perbuatan-perbuatan itu sebagai suatu kesalahan. Seperti yang telah diamati secara teliti oleh Hegel, telaah-diri yang dilakukan seorang muda tidak akan pernah memiliki bobot yang sama dengan yang dikemukakan oleh seorang yang pengalaman hidupnya telah menghasilkan isi dan makna yang tinggi. Keduanya dapat mengemukakan hal yang sama, tapi isi di dalamnya tidak sama. Apa yang di masa muda merupakan pemikiran yang abstrak, yang tidak ada atau sedikit isinya, kini adalah hasil dari sebuah refleksi yang matang.

Kejeniusan Hegel telah membawanya memahami sejarah berbagai aliran filsafat sebagai proses yang dialektik yang telah dialami oleh masing-masing pemikiran itu sendiri. Ia membandingkannya dengan kehidupan sebatang tanaman, yang melalui berbagai tahap, yaitu saling mengisi satu sama lain, tapi yang, dalam keseluruhannya, menyusun kehidupan tanaman itu sendiri: "Semakin pikiran menganggap bahwa pertentangan antara benar dan salah adalah hal yang tetap, semakin ia terbiasa untuk mengharapkan atau persepakatan atau ketidaksepakatan dengan sistem filsafat tertentu, dan melihat bahwa salah pernyataan pembenar dalam salah satu sistem itu adalah benar. Ia tidak akan melihat berbagai sistem filsafat sebagai sekedar evolusi progresif atas kebenaran, ia hanya akan melihatnya sebagai kontradiksi antara varian-varian kebenaran. Kuncup akan runtuh ketika kelopak mekar, dan kita akan mengatakan bahwa kuncup itu ditolak oleh kelopak; dengan cara yang sama ketika buah muncul, kuncup dapat dilihat sebagai bentuk semu dari keberadaan tanaman tersebut, karena buah akan terlihat dalam watak sejatinya yang menggantikan kuncup. Tahapan-tahapan ini bukan saja berbeda satu-sama lain, mereka saling menggantikan karena yang satu tidaklah dapat hidup bersama yang lain. Tapi, aktivitas tanpa henti dari ciri inheren mereka, pada saat bersamaan, mengikat mereka semua menjadi satu kesatuan organik, di mana mereka bukan hanya saling mengkontradiksi satu sama lain, tapi di mana yang satu adalah sama pentingnya dengan yang lain; dan hanya keharusan yang setara sepanjang waktu inilah yang menjadikan dirinya sebagai satu kehidupan yang utuh. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Ads